Bioremediasi: Solusi Pembangunan Eco-Friendly Berkelanjutan untuk Remediasi Limbah Minyak Bumi

Rita
4 min readDec 24, 2020

--

Pembangunan konvensional saat ini menjadi suatu kegiatan eksploitasi sumber daya alam dan menghasilkan output yang justru mengganggu keseimbangan alam. Pola pembangunan konvensional dilaksanakan dengan sistem ekonomi pasar yang merekam permintaan dan penawaran konsumen terhadap barang yang dihasilkan produsen. Pasar merekam “harga” barang berdasarkan “nilai kegunaan” yang diberikan oleh barang tersebut. Sebaliknya, jika barang tersebut dianggap tidak memiliki “nilai kegunaan” maka barang tersebut tidak terekam “harga”.

Pola pembangunan yang mengandalkan nilai manfaat-biaya yang terbentuk di pasar menyebabkan isi alam tidak digubris kelestariannya. Misalnya udara yang kita hirup dan suhu bumi yang nyaman, seringkali tidak digubris dan dianggap tidak memiliki nilai kegunaan sehingga tidak terekam harga pasar. Sebagai akibatnya berlangsunglah pola pembangunan dengan merusak alam. Seperti pembangunan kota, industri perminyakan dan pertambangan serta pembangunan sektoral lainnya yang berkaitan dengan kegiatan manusia, kerap kali mengesampingkan kelestarian alam. Manusia menganggap alam tercipta untuk memenuhi kebutuhan manusia, sehingga muncullah pola pikir anthroposentris. Orientasi hidup “anthroposentris” pada pola pembangunan inilah yang menyebabkan eksploitasi zat alami.

Seiring dengan meningkatnya kegiatan anthroposentris menyebabkan proses transformasi zat alami akan disertai dengan peningkatan polutan di udara, tanah, sungai, dan laut akibat hasil buangan produk sampingan. Jika kita menyelisik kembali tentang Hukum Termodinamika yang menyatakan bahwa pada proses transformasi zat alami akan terlepas produk sampingan berupa limbah gas, cair, atau padat. Peningkatan produk sampingan yang berbahaya dapat mengakibatkan kehancuran bumi dan lambat laun dapat menenggelamkan manusia itu sendiri.

Beberapa tahun terakhir, kegiatan perminyakan memiliki banyak situs yang terkontaminasi. Dikutip dari BBC News Indonesia, telah terjadi tumpahan minyak dan gas pada proyek Pertamina di Laut Jawa pada Juli 2019. Semburan gas dan minyak terjadi di sumur lepas pantai YYA1 milik Pertamina Hulu Energi blok migas ONWJ. Tumpahan minyak tersebut menyebabkan matinya ikan dan udang, karena limbah minyak yang terkontaminasi tergolong Bahan Berbahaya dan Beracun/B3 (Wijaya, 2019). Kontaminasi limbah minyak sangat berbahaya bagi lingkungan hidup, karena memiliki dampak buruk terhadap ekosistem tumbuhan, hewan dan manusia. Sebenarnya ada berbagai metode untuk membersihkan situs yang terkontaminasi, salah satunya menggunakan teknik konvensional. Teknik ini memindahkan tanah yang terkontaminasi ke tempat pembuangan akhir (TPA) atau tutupan situs yang terkontaminasi. Namun, hal ini akan menimbulkan risiko signifikan dalam penggalian, penanganan, dan pengangkutan bahan berbahaya. Selain itu, dari segi biaya lebih mahal dan cenderung sulit untuk menemukan lokasi TPA yang tepat untuk menjadi tempat pembuangan material yang terkontaminasi. Hal ini justru bukanlah suatu hal yang dapat dilakukan secara berkelanjutan dan juga tidak eco-friendly.

Perspektif dan solusi eco-friendly berkelanjutan dapat menjadi alternatif lain untuk mengurangi atau mengubah polutan menjadi beberapa zat yang dapat terurai secara hayati. Tenik ini dinamakan teknik bioremediasi. Bioremediasi merupakan teknologi ramah lingkungan untuk situs dekontaminasi yang terkontaminasi dengan berbagai polutan menggunakan aktivitas biologis. Bioremediasi dianggap sebagai salah satu solusi yang lebih aman, bersih, hemat biaya, dan ramah lingkungan. Paten pertama untuk agen remediasi biologis pada tahun 1974 menggunakan strain Pseudomonas putida untuk degradasi minyak bumi (Bhatnagar & Kumari, 2013).

Envirovmental Protection Agency (2013) telah mendefinisikan agen bioremediasi sebagai kultur mikrobiologis, enzim dan nutrisi aditif yang secara signifikan meningkatkan laju biodegradasi untuk mengurangi efek berbagai polutan. Kelebihan utama bioremediasi jika dibandingkan dengan konvensional meliputi: biaya yang lebih murah, efisiensi tinggi, meminimalisir lumpur kimia dan biologi, selektivitas terhadap logam lebih spesifik, tidak ada kebutuhan nutrisi tambahan, regenerasi biosorben dan pemulihan logam. Hal tersebut menjadikan teknik bioremediasi lebih eco-friendly dan sangat dibutuhkan untuk remediasi limbah minyak yang terkontaminasi B3.

Salah satu contoh dari teknik bioremediasi menggunakan bakteri untuk menghilangkan tumpahan minyak adalah Oilzapper, sebuah inovasi oleh The Energy and Resources Institute (TERI). Oilzapper pada dasarnya adalah campuran lima strain bakteri berbeda yang dimobilisasi dan dicampur dengan tongkol jagung bubuk (http://www.teriin.org). Sesuai dengan namanya, oilzapper memakan senyawa hidrokarbon yang ada pada minyak mentah dan lumpur berminyak (limbah hidrokarbon berbahaya yang dihasilkan oleh kilang minyak) dan mengubahnya menjadi CO2 dan air. Kemudian TERI bersama dengan pusat Litbang IOCL juga mengembangkan Olivorous-S dan Olivorous-A untuk aplikasi limbah minyak yang lebih spesifik. Olivorous-S ditemukan efektif mengurangi kontaminasi pada limbuah berminyak dengan kandungan sulfur dan Olivorus-A dikembangan khusus untuk lumpur berminyak yang sangat asam (Mandal et al. 2011).

Penggunaan agen biologis sebagai remediasi situs terkontaminasi dianggap sebagai teknologi yang sangat aman dan tidak menimbulkan ancaman bagi lingkungan. Hal ini tentu sangat eco-friendly dan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Bioremediasi juga lebih murah daripada teknologi lain yang digunakan untuk pembersihan limbah berbahaya, khususnya limbah minyak bumi. Karena sumber daya alam adalah aset utama manusia, kontaminan yang dihasilkan dari proses pembangunan dapat memberikan efek jangka panjang seperti polusi, pemanasan global, penipisan ozon dan gas rumah kaca. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bioremediasi untuk membelajari berbagai pengaruh mikroorganisme dalam kombinasi terhadap polutan untuk konservasi sumber daya alam dan pengelolaan lingkungan.

Sumber Rujukan

Bhatnagar, S., & Kumari, R. (2013). Bioremediation: a sustainable tool for environmental management–a review. Annual Research & Review in Biology, 974–993.

Envirovmental Protection Agency. (2013). Introduction to in situ bioremediation of groundwater. Diambil dari https://www.epa.gov/remedytech/introduction-situ-bioremediation-groundwater.

Mandal, A. K., Sarma, P. M., Singh, B., Jeyaseelan, C. P., Channashettar, V. A., Lal, B., & Datta, J. (2011). Bioremediation: a sustainable eco-friendly biotechnological solution for environmental pollution in oil industries. Journal of Sustainable Development and Environmental Protection, 1(3), 5–23.

Wijaya, Calista. (2019). Tumpahan minyak da gas proyek Pertamina di Laut Jawa: ribuan karung limbah dan sebabkan warga yang perlu biaya hidup ‘nganggur’. Diambil dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49123606

--

--

Rita
Rita

Written by Rita

0 Followers

"The more I know, the more I realize I know nothing"—Socrates

No responses yet